INTRO
Lagi lagi forum backpacker indonesia menyatukan kami. Yaa walaupun sejujurnya style trip nya gak backpacker2 amat hehe. Berawal dari rencana saya, iin dan wira (teman ngetrip yang lebih dahulu saya kenal di bpi waktu ke rinjani) untuk share cost ke Flores. Kami bertiga bagi tugas saya bagian planing & survey (halah), iin sebagai humas yang rempong telpon sana-sini (terimakasih udah mo nyumbang pulsa :D) merangkap bendahara dan wira sebagai sales & marketing (secara doi entrepeneur.. mulutnya manis dan ahli mencari 'mangsa'). Setelah rencana cukup matang, wira ngepost thread di bpi dengan kuota sebanyak 8 orang. Awalnya sempat pesimis karena postingan di launch sebulan sebelum rencana trip, tapi ternyata prediksi kami salah! peminat nya banyak sampai beberapa kami reject karena sudah over kuota, dan close dikuota sebanyak 10 orang.
Iin lalu membuat grup Whatsapp dan kami matangkan bersama rencana tripnya termasuk perubahan tanggal berangkat, transportasi yang dipakai dan lain sebagianya.. 10 orang ajaib dan asik-asik ini adalah Wira (Semarang), Iin (Jakarta), Cayi (Kupang), Ruben (Palembang), Vici (Jakarta), Kade (Bali), Abu (Kudus), Farid (Tegal), Budi (Bogor) dan Saya (Balikpapan)
Trip kami murni share cost alias patungan dibagi rata, gak ada yang bayar kurang atau lebih semua sama, budget yang kami habiskan sekitar 2.700K per orang untuk 7 hari perjalanan (wae rebo 3 hari & lob 4 hari) ini diluar jajan, belanja dan transport PP ke Labuan Bajo ya
Itinerary kami
Day 1 : Bandara - Denge
Day 2 : Denge - Wae Rebo (treking)
Day 3 : Wae Rebo - Denge - Labuan Bajo
Day 4 - 7 : Live On Board Komodo
Day : Pulang
Day : Pulang
DAY 1
Bandara Komodo - Denge (desa terakhir sebelum treking Wae Rebo)
Kami berkumpul di bandara Komodo, setelah komplit 9 orang kami meluncur menuju menggunakan Elf yang sudah kita sewa beberapa minggu sebelumnya. Kenapa Elf? biar lebih efektif aja waktunya (gak backpaker banget ya. lol) Butuh waktu 6-7 jam untuk menuju Denge. untuk transportasi selain sewa mobil ada travel dari labuan bajo ke Ruteng, Ruteng - Denge naik oto kayu. Tapi jam nya gak fleksibel, terutama oto kayu Ruteng - Denge yang hanya berangkat 1 kali sehari
Kami berkumpul di bandara Komodo, setelah komplit 9 orang kami meluncur menuju menggunakan Elf yang sudah kita sewa beberapa minggu sebelumnya. Kenapa Elf? biar lebih efektif aja waktunya (gak backpaker banget ya. lol) Butuh waktu 6-7 jam untuk menuju Denge. untuk transportasi selain sewa mobil ada travel dari labuan bajo ke Ruteng, Ruteng - Denge naik oto kayu. Tapi jam nya gak fleksibel, terutama oto kayu Ruteng - Denge yang hanya berangkat 1 kali sehari
gegoleran di bandara Komodo yang super sepi |
Bandara baru Komodo yang berkonsep modern |
Jalan ke Denge ini cukup bikin pusing, dari jalan raya, naik turun bukit yang berkelok-kelok kayak ular, lewatin hutan kering, lalu lewat sawah hijau (gak nyangka ada daerah sehijau ini di tengah tanah kering), lewatin pantai, hutan lagi, sawah lagi, pokoknya masih alami banget.
Awalnya kami berencana menginap di teman Abu sesama program SM3T yang tugas di Todo (apa itu sm3t ? kata abu & farid peserta trip paling muda, itu lo program guru dari dinas pendidikan, singkatan dari Sarjana Makan Tahu Tempe Telor, eh bukan Sarjana Mendidikdi daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal semacam PTT kalau di kesehatan), tapi karena miskomunikasi dengan supir elf nya, akhirnya batal dan kami langsung menuju Denge.
Di denge kami menginap di homestay Pak Blasius, satu-satunya penginapan terdekat menuju Wae Rebo. Pak Blasius merupakan anak asli keturunan wae rebo, profesi beliau dan istri adalah guru di SD Denge.
Tarif menginap disana 200K per
orang per malam, sudah termasuk makan selama di sana. 1 kamar bisa di isi 2-3
orang.
Di Denge sudah susah sinyal komunikasi, telkomsel sekali pun. Listrik juga hanya menyala pukul 6 malam – 11 malam sumbernya genset, diatas jam itu, no electricity kecuali lampu. Jadi siapkan powerbank masing-masing.
Setelah bersih bersih dengan air super dingiin kami
disuguhkan makan malam dengan menu nasi, mi goreng dan telur dadar lipet. Kegiatan kami
malam itu ngobrol-ngobrol sambil nonton tv yang siaran nya udah lengkap sambil
dengerin cerita ibu2 turis korea yang bingung karena harus balik ke Ruteng
besok tapi oto kayu gak ada yang berangkat karena udah di sewa utk acara
nikahan.
menuju Denge |
otw to Denge .. Pulau Mules di tengah laut |
Homestay Pak Blasius paling kiri - Oto Kayu paling kanan - Elf yang kita sewa |
Paginya kami siap-siap naik ke Wae Rebo, barang-barang yang gak dipakai kami titipkan di rumah pak Blasius. Dan setelah sarapan dengan nasi goreng dan telor dadar lipet (yang kedua kalinya), kami berangkat ditemani pak guide. Air minum kemasan (Ruteng) bisa di beli disini.
Normalnya butuh waktu 3-4 jam
trekking sampai ke desa, dan ada 3 pos yang kami lalui.
Jalur menuju Pos 1 adalah jalan
terbuka, tak ada pohon bernanung sepanjang jalan. Tampak
jalur sudah diperlebar dan diperbaiki,
sepertinya tahun depan kendaraan roda empat sudah bisa shortcut sampai
sini. Di jalan kami bertemu dengan pak Alex, yang ternyata adalah salah
satu ketua adat,
usianya udah kepala 6 dan berpostur kurus tapi jalannya lebih cepet dari
kami. Kami juga
berpapasan dengan bapak yang sanggup 3x bolak balik desa – Pos 1 dalam
sehari
demi mengangkut 1 sak semen untuk pembangunan puskesmas pembantu di Wae
Rebo. Berita bagus karena berarti pemerintah sudah
mulai perhatian dengan isu kesehatan di kampung ini,
dengan dibangunnya Puskesmas Pembantu, semoga bisa meningkatkan derajat sehat
penduduknya. Karena sebelumnya mereka sulit sekali untuk menuju puskesmas,
seperti ibu hamil yang wajib control kandungan tiap bulan harus jalan naik
turun bukit.
Jalan menuju Pos 1 yang diperbaiki |
aliran sungai sebelum pos 1 |
air mineral lokal yang setia menemani |
Dari Pos 1 menuju Pos 2, jalur sudah masuk hutan, treknya tetep nanjak tanpa bonus.. di pos 2 ada sinyal spot, kadang bisa ngirim sms atau telpon.. Lalu menuju pos 3 jalan sudah relatif datar dan menurun. Di Pos 3 nanti pak guide memukul kentongan sebanyak 3x, tanda ada tamu yang datang dan kepala adat akan bersiap untuk menyambut kami. O iya, jangan sekali-sekali ngambil gambar di area wae rebo sebelum disambut resmi sama kepala adat.
sinyal spot di Pos 2 |
deket lagi Pos 3 |
Pos 3 |
Sampai di Desa Wae Rebo ternyata bukan cuma 7 rumah kerucut saja yang ada disana, di area lain ada juga rumah kayu sederhana berdiri dan masuk teritori kampung Wae Rebo. Hanya saja 7 buah rumah adat ini d pertahankan.
Kami dibawa masuk ke rumah utama yang punya lambang berbeda dan paling besar
diantara 7 rumah lainnya. Kami bertemu lagi dengan Pak Alex, lalu kami di sambut dengan ritual doa selamat dengan adat dan bahasa
Wae rebo, intinya jika kita sudah di sini, maka kita bukanlah orang jawa,
orang Jakarta atau orang dari manapun, tapi kita adalah Wae Rebo, sudah
dianggap sebagai warga, anak dan keluarga Wae Rebo. Beliau juga memohonkan
keselamatan kami kepada leluhur Wae Rebo.
Nah setelah upacara ini, barulah kita bisa bebas kegiatan di kampung
ini, asal tidak melanggar aturan-aturan desa.
Wae rebo ini rupanya nenek moyang
nya orang Minang, sudah ada 20 generasi yang hidup di sini. Agama yang dianut
adalah Kristen. Tradisi waerebo juga masih sangat kental seperti alur
pernikahan dengan garis turunan yang sudah diatur sampai hukum adat yang
berlaku jika ada warga yang melanggar semua masih digunakan. Bagusnya, desa ini
gak tertutup dengan kemajuan pendidikan dan teknologi. Semua anak-anaknya
bersekolah bahkan ada yang sampai kuliah. Sekolahnya tentu saja harus di desa
lain, ada desa yang saya lupa namanya, disana
anak-anak mereka disekolahkan dan tinggal. Hanya hari sabtu dan libur saja
mereka pulang ke wae rebo.
Kegiatan penduduknya adalah bertani, yang lagi happening sekarang tanam kopi juga menenun.
7 rumah mbaru ngiang, jumlah nya
disesuaikan dengan tradisi leluhur. Filosifinya wae rebo memiliki 7 kekuatan,
jumlah inilah yang kemudian di simbolkan dengan jumlah rumah adat.
Masih banyak lagi tradisi dan
kisah desa ini, wajib kesana deh kalau mau ngorek-ngorek semuanya hehe.
.
.
Nah setelah disambut sama pak
kepala adat kami digiring ke rumah tamu untuk istirahat. Di sana kami disambut
lagi sama Kasih.. pemuda wae rebo yang tugasnya nyambut kami-kami ini. Udah di
suguhin kopi wae rebo juga sama ibu-ibu. Di sini kita bisa memutuskan mau
menginap atau tidak.
ini di jual lo.. kopi tradisional wae rebo 40k-200k, tenun 15--300k, kaos, tas ada.. markisa 10k, madu lebah tanah 150k, dan lain lain |
(c) Abu |
Lunch time (c) Abu |
Ngapain aja di Wae Rebo ?
Bisa ngobrol sama ibu-ibu atau
bapak-bapaknya
Nemenin atau bantuin warga ngolah
kopi, ngeliat proses tenun tradisional
Main sama anak-anak wae rebo
Atau bisa juga jalan ke air
terjun
Sore kami habiskan bermain
bersama anak-anak yang gak habis baterainya, juga ‘sangat antusias’ dengan
apapun yang kami bawa baik itu permen, buku, balon, stiker, krayon..
Part 1 wira, vici dan bang ruben punya cara yang
bagus untuk memberi permennya dengan metode award. Siapa yang paling sering
nemu sampah dan masukin ke tong sampah, dia yang dapat permennya. Metode ini
berhasil ! semua semangat dan senang. Sayangnya, Cuma bawa permen sebungkus
jadinya gak banyak yang dibagi.
wira si bapak muda- favorit anak-anak karena suka gendong |
have fun together panas panas |
Part 2, giliran iin dan saya yang
beraksi pake buku cergam mewarnai dan balon (sarung tangan). Excite banget mereka, sampe
rebutan. Rencana awal saya sama cayi mau periksain gigi mereka tapi urung
karena mereka sangat hiperaktif wkwkw. Mereka selalu bertanya bu mana permen?
Bu mana buku? Dan ada yang berucap bu ada uang? Hmm kalau uang kami tak bisa
beri.. mungkin dulu ada tamu yang pernah ngasih uang ke anak-anaknya.. Tapi
cara ini tidak baik, jadi tolong bagi temen-temen yang mau berkunjung lebih
baik kita ngasih mainan edukasi atau memberi dengan system award agar mental
tidak terbentuk mental meminta.
Kami juga makan siang dengan menu
lauk berupa telor dadar lipet part 3.. (*sudah mulai sadar kena terror telor
dadar lipet) kami maklum juga karena kedatangan tamu pasti tidak terprediksi
dan telur merupakan lauk yang gak ribet storage nya.. secara di sana susah
listrik.
Malamnya setelah makan malam dengan menu spesial ayam kari (bukan telor dadar :D), kami ditawari untuk
menonton MBATA, hiburan menyanyi dengan menggunakan alat musik tabuh. Dengan
tariff per rombongan sebesar 250ribu. Sempat kami tawar juga jadi perorang 30ribu. Ada tiga
buah nyanyan yang dibawakan, dan akan diartikan setelah dibawakan. Disini juga
ada sesi Tanya jawab apapun baik yang berkaitan dengan lagu atau tentang adat
wae rebo.
Mbata |
tempat tidur kami |
Esok paginya kami bangun subuh, sambil menunggu matahari muncul dan tentunya foto-foto di halaman.
Sarapan
lagi pake telor dadar lipet part 4, ditawarin kopi atau teh. Lalu jam 7
pagi kami harus pergi agar tidak kesiangan sampai Denge. Pamitan sama
ibu-ibu yang udah mau repot dan masakin kami. jam setengah 12 kami
sampai di rumah Pak Blasius, kemudian mandi, beres-beres.. di kasih
makan siang lagi pakai sayur, mi dan telor dadar lipet part 5 (Fix
kent*t makin mambu) lalu kami berangkat ke Labuan Bajo untuk memulai
sailing trip esok harinya. Bersambung ke postingan selanjutnya yaa
full team with pak Floris guide kami |